Mungkin sudah seminggu ini berbagai artikel tentang dokter lo terpampang dimana-mana. dia menjadi tiba2 karakter yg sangat menarik untuk dibicarakan. Pribadinya yg mengukur parameter keprofesionalan dari bagaimana dia bermamfaat, bukan dari bagaimana dihargai menjadi inti gagasan dari brbagai postingan di social media. Kemunculannya benar-benar seperti karakter alternatif di tengah maraknya problematika dunia medis. Dan...soal itu karena di set awak jurnalis atau bukan?tak lagi penting.
Para dokter melakukan aksi mogok, menkes berkoar2 tentang pekan kondom nasional yang disertai bus kelilingnya, terakhir ini juga disusul dengan pernyataan tentang lemak babi dalam vaksin di indonesia. Semua ditayangkan media tanpa putus dan siap sedia kapanpun menenggelincirkan opini masyarakat jadi...harapan itu tak ada lagi.
Tapi bukan sederetan masalah itu yang akan dan perlu ditampar dengan judul "Dokter Tanpa Tarif". Adalah simbolik "kalau miskin ya jangan sakit"lah yang harus di turunkan dari semua rumah sakit di Indonesia. Arogansi yang tercipta karna keuntungan/kapital menjadi segalany. Memperkuat kesenjangan sosial... ini si Kaya dan ini si bukan siapa-siapa.....wujud polaritas yg menyesakkan.
Dilain hal....ide kesehatan gratis yang digadang-gadangkan mereka berencana akan menjabat semakin memperparah simpul masalahnya. Menggelontorkan gagasan tanpa tahu bagaimana program tersebut dijalankan. Alhasil pengobatan tak layak, budget dan tenaga medis yang terbatas....tidak lagi menjadi concern mereka saat duduk di kursi kepemimpinan. Yang tadi begitu menjanjikan berakhir menjadi omong kosong.
Kembali ke mogoknya para dokter kemarin!. Dicibir memang bukan tujuan dari tuntutan dari aksi pemogokan tersebut, tapi itu adalah konsekuensi yang diperoleh jika aksi tersebut ditujukaan untuk mendapat pengahargaan pengabdiannya. IDI sebagai sebuah lembaga mungkin belum menyadari bahwa suatu benda bernama simpatik ini hari amat sangat langka. Terlebih pada sesuatu yang tak tentu akan berguna langsung bagi masyarakat. Belum lagi saat pemberitaan semua yang atas nama uang menyendera pasien saat tak bisa melunasi bonny...saat semua yang atas nama ketersinggungan memperkarakan pasien yang bekeluh lewat emailny. so...yang jadi pertanyaanny: kemana IDI saat itu?Apakah existensiny hanya untuk para dokter?lalu bagaimana caranya kami mengapresiasi aksi mogok itu jika anda mengambil posisi oppose dengan masyarakat kecil kebanyakan? .
Pertimbangkan lagi....sudah waktuny lembaga yang menaungi para dokter ini mebenarkan arah kemudinya. Jangan lagi terkodifikasi sebagai bagian dari burukny kapitalisme dunia medis. Bercerminlah pada sikap dokter lo luar biasa yang tak mengambil spesialisasi semata-mata karna ingin tetap dekat pasiennya, membaca dedikasiny itu sebagai sebuah teladan. Dan sekiranya memang perlu menghimpun kekuatan masa...maka itu haruslah berangkat dengan ide yang besar....berdiri diposisi terdepan bagi mereka benar2 terpinggirkan.
12.06.2013
: Karakter alternatif
12/06/2013
SMRX86